Sabtu, 19 Juni 2010

Titip ama ALLAH aja....

Cerita lucu nih…WAJIB BACA!!!(sepertinya… he2)
Sebelum saya cerita, saya mau mohon maaf terlebih dahulu sebelumnya kalo ada kesamaan nama, tokoh, tempat, dan waktu. semuanya hanya fiktif semata. Selamat membaca.
Ada ustadz baru di pesantren Nurul Iman,namanya ustadz Sholeh. Beliau benar2 baru ada di pesantren tersebut. Intinya mah “new Comers” deuh…
Suatu waktu di pagi hari tepatnya, sang ustadz mencuci pakaian di halaman belakang pesantren. Ketika ustadz sholeh baru mau menjemur pakaiannya ,tiba-tiba si ustadz kena serangan fajar alias mules yang tak tertahankan. “Waduh,,,ieu menika mules pisan euy” (*Subtitle: Waduh, sangat mules sekali nih).
Tanpa panjang lebar, ustadz sholeh berkata, “Ya Rabb, saya titip jemuran dulu ya” sambil menjemur pakaian sekenanya di tali jemuran.
Setelah ustadz sholeh pergi, datanglah salah satu santri senior di pesantren tersebut yang namanya Aziz.
“Wah, apa-apaan ini ustadz sholeh? Jemur baju koq seenaknya. Bagaimana kalo ada yang mengambil. Ga bener atuh ieu mah. Rosul aja ketika hendak pergi, beliau mengikatkan tali kendali kudanya terlebih dahulu baru setelah itu bertawakkal pada Allah. Wah2, ga bener satu ustadz ini. Euleh2…kumaha ieu teh?”
Aziz terus saja menggerutu dalam hati sambil menunggu ustadz sholeh datang.
Lima belas menit berlalu, ustadz sholeh datang. Langsung saja aziz bertanya pada sang ustadz.
“tadz, kumaha sih? Masa jemuran ditinggal begitu sajah? Bagaimana kalo ada yang iseng mengambil pakaian ustadz?”
Ustadz sholeh dengan tenang menjawab,”Tadi sudah saya titipkan kepada Allah.”
Aziz membalas dengan “Ah, kumaha sih tadz? Kumaha carana atuh?”
Ustadz dengan lebih tenang lagi menjawab, “itu dari tadi kamu nungguin saya pan. Ini cara Allah bagaimana menjaga jemuran saya, dengan menggerakkan kamu untuk menunggu saya disini sambil ngawasin jemuran saya pan? Allah punya cara untuk penuhi kebutuhan hamba-Nya yang mungkin cara itu tidak mungkin dapat kita (manusia) duga. Leres teu, ziz?”
Moga2, dari cerita singkat ini bisa diambil ibrohnya. InsyaAllah.
PS: biar lebih menjiwai sebaiknya pake logat sunda. Ok!

Sempit hati???? GAK MAUUUUUUUUUU

Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam menyikapi suatu masalah. Ada yang mengekspresikan masalahnya terhadap orang lain untuk meminta bantuan penyelesaian akan masalahnya, ada yang memilih untuk menyimpannya sendiri, ada yang lari dari masalah dengan mengalihkan pada hal yang negative atau positif. Semua itu adalah suatu hal yang manusiawi.
Anda tentunya pernah mengenal orang yang setiap kali bertemu dengan Anda mengeluhkan akan masalahnya?
“Tau ga sih…. Gw tuh dah ga tahan lagi ngadepin ini semua. Gw bener-bener ga tau lagi musti gimana? Gw orang yang paling malang di dunia. Sakiiiiiiiiiiiiit nni hati….”
Di lain kesempatan Anda bertemu dengan orang tersebut mengeluhkan akan hal lainnya. Apa yang Anda tangkap dari orang tersebut? Iba akan deritanya? Menilai orang tersebut tidak dewasa? Menilai payah? Atau mungkin Anda merasa bosan mendengarkan keluhannya?
Orang yang banyak masalah adalah orang yang sempit hatinya. Anda tahu mengapa?
Berikut saya coba gambarkan mengapa saya menyatakan hal tersebut. Apakah di kamar kostan, kontrakan, atau rumah Anda pernah ada tikus? Tikus tersebut menjadi masalah bagi Anda tentunya. Bayangkan apabila kamar Anda semakin sempit! Tikus tersebut menjadi masalah yang semakin besar bagi Anda bukan?
Begitupun dengan hati, semakin sempit hati kita, maka akan terasa semakin besar masalah bagi kita. Padahal seharusnya ada hal yang patut kita yakini yaitu ALLAH MAHA BESAR, ALLAH YANG MAHA PEMBERI JAWABAN ATAS SEGALA HAL. Ketika kelapangan hati kita miliki, niscaya masalah tidak memenuhi ruangan hati kita, sehingga tidak lagi kita merasa sesak akan masalah yang dihadapi.
Tips agar tidak sempit hati:
• Melegakan hati, kuncinya adalah ILMU. Makin luas ilmu agamanya, makin luas hatinya.
• Berhasil untuk sesegera mungkin mengembalikan kepada Allah.
Tiap ada masalah, kaitkan dengan dosa-dosa kita di masa lalu.
• Jangan terlalu cinta akan dunia
• Jangan terlalu bergantung pada orang lain

Semoga kita semua dijadikan insan yang lapang hatinya. Amiin. 

Sabtu, 27 Maret 2010

'AAA'=Ada Ada Ajah

Niatannya pengen bikin anteung bocah2,mmhh...Jadinya bocah2 anteung ledek tantenya.
Banyak episode yang dilewatin ma bocah.Banyak juga senengnya,tapi ga kelewat juga mengkelnya.Tapi,tante sayang kalian.Abis kalian ngegemesin c...

Mmhh...Mulai dari anaknya mba fitri (temenny kaka) kali ya.Brynn and deidra.

Aunty : Ayo tebak! hewan apa yg hidup di laut dan punya capit?

B&D: kita tau tante jawabannya. Crab! Apa y bahasa indonesiany tante?Duh,lupa tante.Apaan ya??!
Aunty: kepiting. *senyum
sambil ngomong dalem ati "ehh...Keren bgt ni anak aktingny.Natural bgt".Sabar ji...

Episode lainnya,masih ama brynn and deidra.
B&D: Tan,lagi maen apa?
Saiah: Ga tau,ni ada di gamehouse.
Brynn: Ooo...Games ini.Aku suka maen ini ama papa.

Lantaran emg g tlalu minat ama maen gamesnya,jadiny gagal mulu ampe finish.Bukan maksud bela diri ya,tapi gamesny emang cocokny buat anak2 bukan buat saiah.
Brynn:Tan,koq mati terus sih tan *sambil niatan ngambil mouse buat gantiin saiah
Deidra dengan manisnya mencegah dan dengan manisnya pula berkata,
"Brynn,ga boleh ganggu.Tante fujinya kan masih belajar.Jadi wajar kalo mati terus.Iya kan tante?"
Entah pembelaan atau ironi,saya milih nyerah aja.
"Yaudah deh Brynn,terusin aja tante main.Tante mau baca aja..."* ngeringis dalem ati.Hiks2...

Ada episode lucu jg ama digita yang umurnya baru 2 tahun.
Tante: digita,liat deh.Bagus ya kembang apinya?*sambil nunjuk ke arah tivi yang emang saat itu lagi nampilin berita pesta kembang api di luar negeri sana.
Dan digita pun ga ngegubris.Tak lama dari itu,digita berceloteh,
"Tan,kembang apinya gus,bagus yaa..."
Saya pun kaget ketika melihat yang ditampilkan di tv.Berita yang menayangkan sebuah kilang minyak terbakar.
"Digita sayang,itu bukan kembang api.Itu kebakaran"
Digitany nyuekin.Hiks2...
Malah asyik keprok2 sambil riang berceloteh
"Bagus...Bagus..."
saya cuman bisa senyum nanggung beban.

Ama bocah, ada-ada aja cerita.

Eksistensi Seorang Mahasiswa Pertanian

"Jadi kieu teh,kan tanah disini teh beda-beda kebutuhannya.Ada yang perlu dibanyakin NPK nyah,KCL nyah.Tapi kan disini teh ga ada laboratorium tanah.Harapannya te2h bisa bantu kami."
Sepenggal kalimat tersebut serasa menjadi sebongkah batu yang membebani saya selaku mahasiswa pertanian.
Harapan-harapan akan eksistensi seorang mahasiswa dari institut pertanian kemudian satu per satu terungkap.Mulai dari bagaimana membangun desa yang mereka tinggali ketika mereka ingin bertahan dengan bernaung pada pertanian,sampai dengan bagaimana mereka menyekolahkan anak mereka dengan pertanian. Hati saya bergetar dan bertanya pada diri saya sendiri. "Bagaimana saya bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk mereka para petani?"
Akankah hari ini muncul 1 lagi pengutaraan harapan mereka???
Ya,mahasiswa apabila nantinya jadi pengambil keputusan untuk pertanian,cobalah untuk turun langsung ke lapang.Melihat bagaimana kondisi petani di Indonesia yang sebenarnya.Petani dengan lahan garapan 0,25 ha atau sebutlah petani gurem, penghasilan per hari hanya 8ribu per hari.Itu pun kalau hasilnya maksimal.
Cobalah buat kebijakan yang menguntungkan petani.Jaga harga produk pertanian.Kapan berlaku subsidi untuk hasil pertanian?
(hati kecil saya berkata,"smoga saya bisa melakukan sesuatu untuk petani kelak...Amin."

T.E.N.G.K.U.L.A.K “The Hero”

Hari kemarin ketika saya mengunjungi rumah petani non penerima PUAP, saya menanyakan “Kenapa alasan Bapak tidak mengajukan pinjaman ke LKMA?”
Jujur saja ketika Bapak tersebut mengutarakan alasannya, saya tidak terlalu heran karena pada umunya dari petani yang pernah saya kunjungi memiliki jawaban yang serupa yaitu, takut tidak bisa membayar.

Kemudian saya mencoba menjelaskan bagaimana prosedur yang dijalankan oleh LKMA, dimana
LKMA merupakan lembaga pengelola dana PUAP untuk desa tersebut. Adapun prosedur yang yang saya jelaskan adalh mengenai pola syariah yang diterapkan serta kemudahan dalam membayar dengan cara menabung, sehingga berapa pun jumlah uang yang disetorkan tidak baku.
Kemudian,berniat untuk mengakhiri kunjungan saya waktu itu, saya kembali menanyakan "Apakah Bapak berniat untuk meminjam setelah mengetahui hal ini?"
Bapak tersebut menjawab,"Nanti saya akan tanyakan pada orang LKMA, sebenarnya saya berminat. Tapi sejauh ini kebutuhan untuk bertani telah terpenuhi dari tengkulak. Ini tengkulaknya. Bapak ini mah Bos. Cuman nanti padi hasil panen harus dijual ke tengkulak. Saya saja pernah minjam sampai 600 ribu."
Kemudian sang istri petani ikut menimpali dengan, "pinjam uang ke Bapak yang satu ini, tidak seperti ke tengkulak yang lain. Apabila harga satu kwintal memang 200 ribu, tidak lantas dipotong jadi 180 ribu. Tidak seperti tengkulak yang lain"
Bapak tengkulak tersebut pun setelah cukup menyimak lama perbincangan antara saya dengan Bapak dan Ibu petani, akhirnya ikut bergabung setelah lama dirinya diperbincangkan.
"Teh, kalau saya berikir kasihan petani kalau harus jual beras ini sendiri. Kalau boleh saya tahu, apa kantor apa itu namanya (BULOG-red) bisa menerima gabah petani secara individu?"
Saya hanya bisa tersenyum menanggapi pertanyaan bapak tengkulak tersebut, karena pada kenyataannya meskipun di kantor BULOG terpampang spanduk yang besar "KAMI SIAP MENERIMA GABAH DARI PETANI". Toh pada kenyataannya cost untuk transportasi petani tidak diperhitungkan. Wajar saja apabila Tengkulak masih menjadi TOP OF MIND para petani, terlebih pada saat panen dan masa tanam yang akan datang. Begitu seterusnya..
Untung saja ketika saya menjelaskan tentang prosedur pembiayaan di LKMA tidak coba saya bandingkan dengan pinjaman dari tengkulak. He....

Minggu, 03 Januari 2010

Analisis Amandemen UU No 38/1999

Tulisan ini merupakan hasil karya saya dengan kedua teman saya di kampus. Topic ini dipilih karena pada waktu itu di suatu surat kabar harian menampilkan suatu artikel dengan judul “ Amandemen UU Zakat di Indonesia”. Tulisan di dalamnya mendorong kami untuk melihat dari dua perspektif yang berlawanan tentang perlu atau tidaknya amandeman UU Zakat ini.
Selamat membaca…..

Indonesia sebagai Negara dengan mayoritas penduduk muslim memiliki potensi zakat yang besar. Berdasarkan estimasi yang dilakukan PEBS FE UI dan CID potensi zakat Indonesia tahun 2009 mencapai Rp 12.655,86 milyar. Dengan potensi zakat yang begitu besar maka pengelolaan zakat merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan agar seluruh potensi zakat dapat terserap dan tersalurkan secara optimal. Selama dekade terakhir ini pengelolaan zakat di Indonesia diatur dalam UU No. 38/1999. Dalam UU tersebut dijelaskan mengenai dana zakat yang dapat dislaurkan melalui BAZ bentukan pemerintah dan LAZ yang bentukan non-pemerintah. Penghimpunan zakat yang dilakukan oleh BAZ, BAZDA, dan LAZ setiap tahunnya mengalami peningkatan. Adapun proporsi dari penghimpunan zakat yang terjadi dari 2002-2007 menunjukkan bahwa penhimpunan zakat oleh LAZ jauh lebih besar dibandingkan oleh BAZ. Hal ini berdasarkan sebagian pendapat masyarakat dipengaruhi oleh tingginya kepercayaan masyarakat terhadap LAZ. BAZ dianggap kurang professional dan banyak terkait dengan birokrasi pemerintah yang biasanya memperlambat kreativitas dan kecepatan kinerja. Berbanding terbalik dengan kinerja LAZ yang semakin kreatif dan melakukan langkah reformatif dalam pengelolaan zakat dimana memudahkan muzakki dalam menyalurkan zakat. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa perbedaan proporsi penghimpunan zakat ini disebabkan jumlah LAZ yang beroperasi di Indonesia lebih banyak dibandingkan jumlah BAZ dan BAZDA. LAZ merupakan bukti peneguhan peran masyarakat sipil dalam pengelolaan zakat di Indonesia yang lahir setelah kehadirannya UU No. 38/1999. Jumlah LAZ yang kini telah tersebar di Indonesia sekitar 200 lebih sedangkan jumlah BAZ /BAZDA kurang dari setengahnya. Meningkatnya jumlah LAZ yang tersebar di Indonesia menunjukkan semakin meningkatnya partisipasi masyarakat.
Di tengah gempitanya pengelolaan zakat oleh masyarakat inilah kemudian muncul wacana mengenai sentralisasi pengelolan zakat yang diambil alih sepenuhnya oleh Negara. Bantuk sentralisasi yang dilakukan pemerintah terdiri dari kewajiban menunaikan zakat bagi wajib zakat (muzakki) dan pemberian sanksi yang tegas bagi muzakki yang melanggar, hanya terdapat satu lembaga pengelola zakat di Indonesia dari tingkat nasional sampai dengan desa/kelurahan serta kaitan zakat dengan pajak yang akan dipertegas. UU No. 38/1999 sebagai UU yang mengatur perzakatan nasional selama satu decade ke belakang memang belum bisa menjawab permasalahan perzakatan nasional. Akan tetapi, adanya amandemen UU berupa sentralisasi pengelolaan zakat yang diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah belum bisa memberikan jaminan akan terjawabnya permasalahan perzakatan selama ini.
Pengelolaan zakat oleh Negara memiliki dampak positif bagi perzakatan nasional. Pengelolaan zakat di bawah otoritas badan yang dibentuk oleh negara akan jauh lebih efektif pelaksanaan fungsi dan dampaknya dalam membangun kesejahteraan umat yang menjadi tujuan zakat itu sendiri, dibanding zakat dikumpulkan dan didistribusikan oleh banyak lembaga yang berjalan sendiri-sendiri dan tidak ada koordinasi satu sama lain. Sentralisme dalam pengelolaan zakat ini dilakukan agar pendistribusian zakat lebih merata, tidak hanya beredar ke kelompok tertentu, serta untuk program pemberdayagunaan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.
Sentralisme dalam pengelolaan zakat bertujuan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa jika zakat dibagikan sendiri oleh para muzakki kepada mustahik secara langsung, sehingga tujuan utama zakat untuk mengubah nasib seseorang mustahik menjadi muzakki atau dari fuqara menjadi aghniya (orang kaya), hanya ada dalam angan-angan saja.
Pengelolaan zakat oleh negara juga memiliki beberapa dampak negatif. Pertama, penghimpunan dana zakat nasional akan menurun jika dibandingkan dengan sebelum adanya sentralisasi, hal itu disebabkan oleh rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BAZ. Saat ini saja, untuk menyalurkan zakatnya, masyarakat masih sangat percaya terhadap LAZ karena LAZ dinilai inovatif dalam mengumpulkan dan menyalurkan dana zakatnya. Sebaliknya, BAZ yang merupakan bentukan pemerintah terlalu banyak terkait dengan birokrasi yang biasanya memperlambat kreatifitas dan kecepatan kerja BAZ. Tentang transparansi pun, BAZ belum ada yang membuka ke public laporan keuangannya. Sementara beberapa LAZ, telah mengiklankan hasil audit keuangannya oleh auditor independen, melalui media massa. Berdasarkan alasan di atas, tentu tidak mengherankan bila pengumpulan dana zakat melalui LAZ jauh lebih tinggi dibandingkan dengan BAZ. Kedua, keterlibatan masyarakat sipil dalam mengelola zakat akan semakin berkurang karena peran LAZ yang merupakan organisasi zakat bentukan masyarakat berkurang dan sebaliknya peran pemerintah dalam mengelola zakat semakin dominan, dimana birokrasi pemerintah secara umum dipersepsikan korup dan lemah. Ketiga, berkurangnya jejaring donator zakat yang selama ini telah bekerja sama dengan berbagai LAZ. Beberapa LAZ besar di Indonesia telah bekerja sama dengan beberapa instansi sebagai donator zakat bahkan telah ada yang lebarkan sayap ke luar negeri sehingga dana zakat yang terkumpul menjadi lebih besar. Berbeda dengan BAZ yang terkesan berdiam diri menunggu sang muzakki menyadari kewajibannya membayar zakat.
Hal yang mendasari sentralisasi zakat memerlukan pertimbangan yang matang dikarenkan pemerintah dinilai belum siap untuk menyatukan pengelolaan zakat secara nasional. Pengelolaan zakat yang masih berada dibawah Kementrian Agama menjadikan pengelolaan zakat tidak menjadi fokus menteri agama karena masih banyak yang harus diurusi masalah agama di Indonesia, sebaliknya zakat pun memiliki masalah yang kompleks sehingga butuh penanganan yang khusus dengan demikian ide sentralisasi pengelolaan zakat sebaiknya dilakukan apabila pemerintah sudah membentuk Kementrian Zakat dan Wakaf tersendiri.
Pengelolaan zakat oleh Negara dengan sistem wajib merupakan kondisi ideal untuk jangka panjang perzakatan nasional. Dengan penerapan sistem wajib, maka zakat akan bersifat memaksa dengan sanksi bagi pelanggaran sehingga dapat dipastikan penerimaan zakat akan meningkat tajam. Perubahan ini membutuhkan banyak kualifikasi dan waktu yang panjang. Bentuk perubahan yang diperlukan antara lain: (i) perubahan pengelolan sistem keuangan Negara, agar aloksasi dana zakat tetap sesuai dengan koridor zakt sendiri yang tercantum dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60 (QS. 9:60) yaitu untuk delapan golongan mustahik;(ii) perubahan sistem perpajakan nasional, dimana zakat diharapkan dapat mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan muzakki; (iii) penyiapan kerangka kelembagaan dan reformasi SDM yang amanah serta professional; (iv) masa transisi untuk memperhalus perpindahan pengelolaan oleh Negara melalui peningkatan kinerja pemerintah sehingga harapannya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pihak pemeintah.
Bentuk perubahan di atas memerlukan waktu yang panjang. Dalam jangka waktu pendek-menengah, bentuk perubahan untuk mendekatkan potensi dan realisasi zakat, yaitu: (i) pemisahan yang jelas antara regulator, pengawas dan operator; (ii) koordinasi kebijakan dengan instansi terkait yaitu Depkeu, berkenaan dengan isu penegasan hubungan zakat dengan pajak; (iii) upaya mendorong transformasi BAZ-LAZ ke arah manajemen organisasi korporasi untkuk menghimpun zakat dan mendorong sinergi pemberdayagunaan zakat dengan program pemerintah yang diyakini dapt meningkatkan kesjahteraan ummat.

Bagaimana pandangan Anda semua mengenai hal ini?

ngerenung yuuk...

Banyak yang telah mangangkat topic bahwa perenungan memang manjadi suatu proses yang membosankan, tapi di balik itu perenungan bisa menghadirkan suatu pemikiran yang baru. Buktinya, banyak bisnis yang sukses berawal dari sebuah perenungan panjang, proses tobat terkadang menempuh proses perenungan akan apa yang telah diperbuat itu salah atau tidak. Perenungan bisa dihiasi dengan tangisan akan penyesalan tentang apa yang pernah dilakukan, atau mungkin dihiasi tawa bahagia ketika mengingat pancapaian yang telah didapat. Perenungan bisa berupa keterdiaman dalam waktu yang lama atau mungkin proses berkomunikasi dengan diri sendiri (bisa memakai media atau tanpa media, contohnya cermin, foto ,dll). Perenungan bisa berlangsung lama atau bahkan singkat ketika jawaban yang dicari hadir di benak kita begitu cepatnya. Akan tetapi, sejauh mana kita telah menyempatkan waktu untuk melakukan suatu perenungan??? Apakah perenungan hanya menjadi ritual ketika mendapatkan kegagalan atau ketika menemui jalan buntu atau ketika menjelang pergantian tahun???
PS: harapan saya, kalaupun perenungan yang dilakukan temen2 semua pada saat menjelang pergantian tahun, tolong diinget lagi pergantian tahun kapan? Kalau saya sih lebih memilih pergantian tahun menurut identitas diri saya yaitu tahun baru hijriyah.
 Selamat merenung

Jumat, 01 Januari 2010

Gak pas kayaknya???

Menempatkan diri sebagai orang lain dalam hal kebutuhan yang seringkali bercampur keinginan..menurutnsaya itu menjadi perspektif yang keliru. Seringkali saya menemempatkan hal tersebut. dalam hati saya berkata, “Dia punya X, saya kayaknya butuh deh.” Untuk meraba-raba kebutuhan saya sendiri saja, saya harus melihat orang lain. Hal ini saya coba analogikan dengan cerita. Pada sebuah toko pakaian yang ramai dikunjungi orang-orang. Terdapat satu pakaian yang indah sekali, hanya ada dua potong pakaian tersebut dengan berbeda warna. Jadi, tidak masalah kalau membelinya karena tidak akan menjadi barang yang pasaran. Akan tetapi, kedua pakaian tersebut berukuran XL. Ternyata toko yang dimasuki adalah toko pakaian khusus untuk orang-orang yang punya ukuran badannya besar. Pada saat ada pembeli yang membeli pakaian tersebut, dia mencoba pakaian tersebut, dan membuat si pemakainya menjadi sangat cantik. Anda tertarik untuk membelinya, “Wah, bagus banget. Pasti cocok buat saya.”. Tapi Anda lupa bahwa ukuran pakaian anda adalah SS. Ketika Anda memakainya, apa yang Anda bayangkan ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi, karena Anda sekarang mennjadikan bahwa membeli barang tersebut menjadi kebutuhan Anda kemudian mencoba meyakinkan diri, “Yah,gampang aja kan, tinggal dikecilin yang bagian ini, bagian ini, bagian ini, bagian ini juga. Trus kayaknya bagian ini juga, bagian ini juga……”. Tanpa Anda sadari bahwa Anda sepertinya telah membuat pakaian sendiri, karena hamppir keseluruhan dari pakaian tersebut harus Anda modifikasi.
Ketika merasakan sebuah keinginan, coba Anda sadari apakah Anda benar-benar membutuhkannya??? Ketika menjadikannya sebagai sebuah kebutuhan terkadang kita lupa akan kapasitas yang dimiliki. Mungkin hal itu yang perlu Anda lihat kembali.

Edutainment dari Film

“Children of Heaven” merupakan film yang telah saya tonton berulang kali, namun tetap menghadirkan suasana seperti baru menonton pertama kali. Dimana setipa kali saya menonton, air mata saya pasti jatuh karena saya begitu terharu dengan kisah perjuangan kakak-beradik yang bernama Ali dan Zahra untuk mendapatkan sepasang sepatu.
Pengalaman mereka yang begitu berharga diawali dengan hilangnya sepatu milik Zahra oleh Ali. Selanjutnya, mereka pergi ke sekolah dengan menggunakan sepatu secara bergiliran. Zahra yang harus berlari sepulang sekolah agar Ali tidak terlambat pergi ke sekolah. Membayangkan jarak yang harus mereka tempuh sudah membuat lutut saya gemetaran. Hal ini mereka sembunyikan dari kedua orang tua mereka karena tidak mau menambah beban orang tuanya terlebih ibunya sedang sakit.
Hal ini membuat saya begitu merasa malu. Ketika saya sedang membutuhkan sesuatu saya masih saja merengek kepada orang tua agar terlihat sangat membutuhkan barang tersebut. Astagfirullah….
Saya khilaf karena tidak memikirkan bahwa mungkin saja hal tersebut akan menambah beban orang tua saya. Saya juga mungkin telah lupa bahwa Allah memiliki sifat Al-Hasbi yaitu Maha Menghitung, Maha mencukupi. Dimana Allah akan mencukupkan apa yang menjadi kebutuhan bagi umatnya. Seringkali kita menginginkan sesuatu dengan berharap pada makhluk. Kita melupakan bahwa yang menciptakan semua yang ada di langit dan bumi ini adalah atas kehendak-Nya. Ketika sesuatu yang kita inginkan tidak bisa kita dapatkan, ini bisa menjadi renungan mungkin yang kita inginkan bukanlah sesuatu yang benar-benar kita butuhkan. Dan kini saya meyakini hal itu. Ketika saya menginginkan barang X, saya saya berencana ketika uangnya sudah ada,akan langsung saya gunakan untuk membeli barang tersebut. Barang X tersebut ingin saya beli karena teman-teman saya kebanyakan sudah punya. Akan tetapi, hal tersebut tidak terwujud. saya merasa kesal. Akan tetapi,dengantidak adanya barang X tersebut tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap saya. Akhirnya saya menyadari bahwa Allah tidak lekas mengabulkannya karena Allah tahu bahwa barang X tersebut bukanlah yang menjadi kebutuhan saya. Suatu waktu ketika saya sedang disibukkan dengan berbagai tugas dan saya rasa bahwa barang X tersebut saya butuhkan, Allah pun memberikan jalan dengan turunnya uang beasiswa. Padahla setahu saya, uang beasiswa seharusnya belum turun. Subhanallah….saya merasa senang saat itu. Akhirnya saya pun dapat membeli barang X tersebut.
Ingatlah bahwa Allah akan mencukupkan apa yang kita butuhkan, dan Allah akan memberikan sesuatu tepat pada waktunya. Karena segala sesuatu akan INDAH PADA WAKTUNYA….